PENDIDIKAN ANAK DALAM ISLAM 5 Mei, 2007 oleh abu muadz oleh : Yusuf Muhammad Al-Hasan

PERANAN KELUARGA DALAM ISLAM

Keluarga mempunyai peranan penting dalam pendidikan, baik dalam lingkungan masyarakat Islam maupun non-Islam. Karerena keluarga merupakan tempat pertumbuhan anak yang pertama di mana dia mendapatkan pengaruh dari anggota-anggotanya pada masa yang amat penting dan paling kritis dalam pendidikan anak, yaitu tahun-tahun pertama dalam kehidupanya (usia pra-sekolah). Sebab pada masa tersebut apa yang ditanamkan dalam diri anak akan sangat membekas, sehingga tak mudah hilang atau berubah sudahnya.
Dari sini, keluarga mempunyai peranan besar dalam pembangunan masyarakat. Karena keluarga merupakan batu pondasi bangunan masyarakat dan tempat pembinaan pertama untuk mencetak dan mempersiapkan personil-personilnya.
Musuh-musuh Islam telah menyadari pentingya peranan keluarga ini. Maka mereka pun tak segan-segan dalam upaya menghancurkan dan merobohkannya. Mereka mengerahkan segala usaha ntuk mencapai tujuan itu. Sarana yang mereka pergunakan antara lain:

1. Merusak wanita muslimah dan mempropagandakan kepadanya agar meninggallkan tugasnya yang utama dalam menjaga keluarga dan mempersiapkan generasi.

2. Merusak generasi muda dengan upaya mendidik mereka di tempat-tempat pengasuhan yang jauh dari keluarga, agar mudah dirusak nantinya.

3. Merusak masyarakat dengan menyebarkan kerusakan dan kehancuran, sehingga keluarga, individu dan masyarakat seluruhnya dapat dihancurkan.

Sebelum ini, para ulama umat Islam telah menyadari pentingya pendidikan melalui keluarga. Syaikh Abu Hamid Al Ghazali ketika membahas tentang peran kedua orangtua dalam pendidikan mengatakan: “Ketahuilah, bahwa anak kecil merupakan amanat bagi kedua orangtuanya. Hatinya yang masih suci merupakan permata alami yang bersih dari pahatan dan bentukan, dia siap diberi pahatan apapun dan condong kepada apa saja yang disodorkan kepadanya Jika dibiasakan dan diajarkan kebaikan dia akan tumbuh dalam kebaikan dan berbahagialah kedua orang tuanya di dunia dari akherat, juga setiap pendidik dan gurunya. Tapi jika dibiasakan kejelekan dan dibiarkan sebagai mana binatang temak, niscaya akan menjadi jahat dan binasa. Dosanya pun ditanggung oleh penguru dan walinya. Maka hendaklah ia memelihara mendidik dan membina serta mengajarinya akhlak yang baik, menjaganya dari teman-teman jahat, tidak membiasakannya bersenang-senang dan tidak pula menjadikannya suka kemewahan, sehingga akan menghabiskan umurnya untuk mencari hal tersebut bila dewasa.”

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

Hari Ini, ITB Umumkan Lima Calon Rektor

BANDUNG, KOMPAS.com - Senat Akademik Institut Teknologi Bandung (ITB) memunculkan lima nama calon potensial Rektor ITB periode 2010 2014. Kelima calon disebut-sebut memiliki kualitas yang relatif berimbang.

Kelima calon potensial Rektor ITB ini masing-masing adalah Prof. Adang Surahman (Wakil Rektor Bidang Akademik ITB), Akhmaloka (Dekan Fakultas MIPA ITB), Prof. Deny Juanda Puradimaja (Kepala Bappeda Jabar), Indra Djati Sidi (mantan Dirjen Pendidikan Dasar Depdiknas RI), serta Prof. Suhono Harso Supangkat (Kepala Pusat Inkubator Industri dan Bisnis ITB dan staf ahli Menkominfo).

Kelima calon tersebut sama-sama kuat, memiliki kompetensi yang tidak jauh berbeda, dan masing-masing memiliki keunggulan. "Jadi, akan sangat sulit diprediksi siapa yang akan lolos di tiga besar nantinya," tutur Ketua Panitia Pemilihan Rektor ITB di Tingkat Senat Akademik, Prof. Hasanuddin Z. Abidin, Selasa (27/10) kepada Kompas.

Dia mengatakan, dengan kualitas yang merata, siapa pun Rektor ITB yang terpilih nantinya akan sangat layak menempati posisi itu. Kelima calon potensial ini telah menyisihkan lima kandidat lainnya dalam proses pemilihan di senat yang beranggotakan 33 orang. Mereka juga berhasil menyisihkan 24 calon nominator lainnya, jika dilihat dari tahap awal pemilihan rektor.

Sebelum ke babak lima besar, mereka harus melewati sejumlah prosedur, di antaranya tes kesehatan, leadership assesment test, presentasi visi misi di depan publik dan senat akademik, serta membuat kertas kerja.

Selanjutnya, pada Jumat (31/10) ini, dijadwalkan akan dilakukan pemilihan tiga besar oleh Senat Akademik ITB. Kelima calon potensial akan dipilih oleh 33 anggota senat ITB non-ex officio. Senat akademik ini mewakili unsur-unsur akademis di ITB.

"Pejabat rektor, wakil rektor, dan dekan-dekan tidak punya hak suara di dalam pemilihan ini," tutur Hasanuddin.

Tiap-tiap anggota senat, kata dia, nantinya akan memberikan tiga nama untuk diloloskan ke tahapan berikutnya, sebelum diserahkan ke Majelis Wali Amanah (MWA) ITB.


Editor: latief
Sumber : Kompas Cetak

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

BEM ITB Puas dengan Kelima Calon Rektor

BANDUNG, KOMPAS.com — Kelima nama calon potensial Rektor Institut Teknologi Bandung memiliki tingkat akseptansi yang tinggi di kalangan civitas akademika ITB. Salah satunya, dari Badan Eksekutif Keluarga Mahasiswa (BEM KEMA) ITB.


"Kami lumayan puas dengan komposisi kelima nama calon ini," ujar Presiden BEM KEMA ITB Ridwansyah Yusuf Achmad, Selasa (27/10).

Alasannya, kelima nama tersebut memunculkan nama-nama yang mampu menepis anggapan konservatif yang selama ini muncul di dalam pemilihan Rektor ITB bahwa calon rektor ITB harus bergelar profesor dan juga senior.

"Dari kelima nama, dua di antaranya bukan profesor, yaitu Akhmaloka dan Indra Djati Sidi. Beberapa juga masih muda-muda," ungkapnya.

Calon termuda adalah Guru Besar Teknologi Informasi ITB dan juga staf ahli Menkominfo, Suhono Harso Supangkat, yang berusia 45 tahun. Sementara itu, yang paling senior adalah Adang Surahman (54) yang kini menjabat sebagai Wakil Rektor Bidang Akademik ITB.

Adang Surahman pernah mengikuti pemilihan rektor pada 2004. Ketika itu, ia merupakan salah satu calon kuat rektor ITB sebelum akhirnya dikalahkan Djoko Santoso, Rektor ITB sekarang. Ridwansyah meyakini, pemilihan di tiga besar nantinya akan berjalan alot.

"Sebab, tidak ada dominasi dari segmentasi tertentu," tuturnya.

Mahasiswa yang diwakili BEM ITB memiliki suara di dalam pemilihan rektor ini. Namun, suara itu digunakan hanya di tingkat akhir pemilihan tiga besar di Majelis Wali Amanah nantinya.

Dia menyatakan, sebelum penentuan ke tiga besar, BEM ITB akan melakukan sejumlah agenda, di antaranya pertemuan expertise terkait serta debat kandidat calon rektor.



Editor: latief
Sumber : Kompas Cetak

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

Menyongsong Kurikulum Pendidikan 2009/2010 Kamis, 31 Agustus 2006 | 11:24 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:Di tengah keprihatinan akan kualitas pendidikan kita saat ini, tim Olimpiade Fisika kita di Singapura beberapa waktu yang lalu berhasil mengukir prestasi yang sangat menakjubkan. Indonesia memperoleh empat emas dan satu perak serta salah satu di antara empat medali emas itu memperoleh nilai mutlak (the absolute winner). Pencapaian itu membukukan Indonesia sebagai juara dunia Olimpiade Fisika Internasional 2006.


Prestasi Indonesia dalam ajang olimpiade itu dapat dipandang sebagai salah satu wujud visi pendidikan berkualitas dan hal itu berlaku secara universal. Setiap negara menginginkan prestasi serupa. Namun sayang, tanpa mengurangi rasa hormat kita kepada mereka yang ikut berlomba, pencapaian prestasi itu belum bisa merefleksikan kondisi pendidikan di Tanah Air yang sebenarnya.

Prestasi yang dicapai siswa yang menang dalam olimpiade itu hanya segelintir dari jutaan siswa yang kualitasnya masih memprihatinkan. Kenyataan ini antara lain terindikasi dari standar nilai kelulusan, seperti yang diungkapkan Wakil Presiden Yusuf Kalla saat melepas guru favorit Sumatera-Jawa, yang akan melakukan studi banding ke negara ASEAN pada Juli 2006.

Lebih jauh beliau mengatakan bahwa dari tiga mata pelajaran yang diujikan, yakni bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan matematika, nilai kelulusan yang ditetapkan minimal 4,25, sedangkan Malaysia memakai standar nilai kelulusan 6 dan Singapura 8. Posisi Indonesia hanya sebanding dengan Filipina (Koran Tempo, 17 Juli 2006).

Maka, dalam rangka mengejar ketertinggalan kualitas pendidikan kita, pemerintah terus berupaya meningkatkan standar kelulusan 0,5 poin setiap tahun. Dengan demikian, pada 2009/2010 diharapkan kualitas pendidikan kita paling tidak menyamai Malaysia. Keseriusan pemerintah mengejar pendidikan berkualitas itu tampaknya bukan sekadar wacana. Hal ini terindikasi dengan dikeluarkannya peraturan nomor 22 dan 23 tahun 2006 oleh Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo.

Dalam peraturan itu antara lain dituliskan, guru sekolah harus menentukan kurikulum sendiri, dengan memperhatikan ciri khas, keunggulan, dan keunikan masing-masing siswa (Koran Tempo, 17 Juli 2006). Konkretnya, untuk memacu kualitas pendidikan, pemerintah akan menerapkan pendidikan berbasis kompetensi.

Tentu, dalam rangka menyongsong kurikulum pendidikan 2009/2010, kita perlu mempersiapkannya secara cermat agar hal itu tidak menjadi sekadar wacana. Pemerintah perlu menyiapkan minimal petunjuk teknis tentang batasan secara umum pendidikan berbasis kompetensi. Terkait dengan hal itu, ada dua hal yang perlu dicermati, yaitu faktor kurikulum dan faktor siswa.


Razali Ritonga, PEJABAT BADAN PUSAT STATISTIK

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

FFI Sumbang 23 Tenda Belajar ke Padang Pariaman


Selasa, 27 Oktober 2009 | 10:34 WIB
Laporan wartawan Kompas.com M.Latief

PADANG, KOMPAS.com - Kondisi infrastruktur Sumatera Barat pascagempa belum seratus persen pulih, sehingga masih membutuhkan bantuan dengan penanganan serius, salah satunya pada kondisi bangunan-bangunan sekolah dasar dan proses belajar mengajarnya.

Bantuan tersebut tentunya juga harus diselaraskan dengan program pemerintah di wilayah-wilayah yang terkena dampak gempa, mulai dari tenda belajar, peralatan belajar siswa dan pembelajaran bagi guru, fasilitator penanganan trauma kejiwaan dan pendampingan, dan lain-lainya.

Demikian hal tersebut dikatakan oleh Human Resources and Corporate Affairs Director Frisian Flag Indonesia (FFI) Hendro H.Poedjono dalam sambutannya pada penyerahan bantuan 23 tenda belajar, 10 tenda bermain, 20 paket peralatan sekolah untuk guru dan 2.000 peralatan belajar siswa dari FFI dan Ovaltine kepada 10 Sekolah Dasar (SD) di Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat, Senin (26/10).

"Dan bantuan penanganan itu harus fokus, agar pelaksanaan dan pengawasannya mudah dan tuntas," ujar Hendro seusai penyerahan bantuan secara simbolis kepada kepala sekolah, guru, dan siswa SDN 04 Ganting, Nagari Sungai Asam, Kecamatan 2 X 11 Enam Lingkung, Desa Sicincin, Padang Pariaman, Sumatera Barat.

Selain bantuan fisik tersebut, lanjut Hendro, bantuan yang diberikan oleh FFI juga berupa pengiriman enam pakar anak dan beragam mainan edukatif lainnya. Bantuan diberikan atas kerjasama FFI dengan Komisi Nasional Perlindungan Anak. Bantuan tersebut, kata dia, diberikan dengan disertai pemberian tambahan nutrisi susu siap minum, dan diharapkan bisa ikut mempercepat proses pemulihan trauma para siswa pascagempa.

"Belajar dari pengalaman kami terutama bencana gempa Yogya, fokus kami di sini memang pendidikan, sehingga mulai dari penyediaan tenda, pengiriman fasilitator, hingga pemberian nutrisi kami jadikan akselerasi bantuan penanganan yang efektif," ujarnya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

ITB: "World Class University" Bukan Tujuan Utama!


Selasa, 27 Oktober 2009 | 10:45 WIB
Laporan wartawan KOMPAS Yulvianus Harjono

BANDUNG, KOMPAS.com — Label world class university atau universitas kelas dunia yang muncul dari hasil pemeringkatan lembaga survei dunia semacam Times Higher Education-QS World University Rangking hendaknya tidak dijadikan tujuan bagi perguruan tinggi di Indonesia.

"Percuma jika punya peringkat yang tinggi, tetapi tidak berkontribusi bagi masyarakat. WCU (world class university) penting, tetapi jauh lebih penting adalah bagaimana perguruan tinggi itu bermanfaat, berkontribusi bagi negara dan masyarakat," papar Hasanuddin Z Abidin, anggota Senat Akademik Institut Teknologi Bandung, Selasa (27/10) di Bandung.

Hasanuddin mengungkapkan hal tersebut saat dimintai tanggapan mengenai penurunan peringkat ITB di dunia mengacu THE-QS World University Rangking. Dalam survei terbaru, ITB berada di peringkat ke-351 atau turun 36 peringkat dari tahun sebelumnya.

Perguruan tinggi asal Indonesia, ungkapnya, mestinya berkaca dari perguruan-perguruan tinggi di Jepang. "Mereka tidak memikirkan bagaimana peringkatnya di dunia. Bagi mereka, yang lebih penting adalah bagaimana hasil penelitian bisa bermanfaat untuk masyarakat," tuturnya.

Menurutnya, konsep yang ideal mengenai WCU adalah yang berkebangsaan. "Artinya, tetap go international. Namun, kakinya tetap berpijak kuat di masyarakat," ucapnya kemudian.

Di mata mahasiswa, penurunan peringkat ITB di survei THE QS pun tidak terlalu diambil pusing. "Biarkan saja, toh kami tetap leading di bidang teknologi karena di sinilah spesifik keahlian ITB," ujar Presiden BEM Keluarga Mahasiswa ITB Ridwansyah Yusuf Achmad.

Meskipun secara umum turun, dilihat dari per kategori bidang keahlian, peringkat ITB justru melesat naik, yaitu menjadi ke-80 dari tahun sebelumnya ke-90 dunia. "Berapa banyak dampak ITB kepada masyarakat, inilah yang lebih penting," ungkapnya.



Editor: latief
Sumber : Kompas Cetak

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

Biaya Pendidikan Bermasalah

Biaya pendidikan yang digelontorkan ke sekolah, baik yang dari pemerintah pusat maupun daerah rentan masalah. Pusat Telaah Informasi Regional (Pattiro) Serang dalam penelitiannya menemukan sejumlah permasalahan dalam tujuh biaya pendidikan yang disalurkan ke sekolah, yakni dana alokasi khusus (DAK), dana dekonsentrasi, block grant, rehab sekolah dari APBD, bantuan operasional (BOS), BOS Buku, dan BOS Pendamping.

Citra Haryati, Tim Survey Pattiro, menyebutkan masalah umum yang dialami di antaranya ketidaksesuaian alokasi dengan kebutuhan utama sekolah dan ada kebocoran dalam alokasi. “Karena banyaknya proposal pengajuan sementara anggaran terbatas, maka muncul lobi proposal dan uang terima kasih pada saat pengalokasian. Masalah ini banyak ditemukan untuk biaya pendidikan jenis investasi, misalnya untuk rehab sekolah,” terang Citra, pada seminar daerah bertajuk ‘Efektivitas dan Akuntabilitas Pembiayaan Pelayanan Pendidikan’, di Hotel Le Dian, Selasa (10/6).

Citra menambahkan, dari sisi penyaluran, permasalahan yang sering muncul adalah masalah keterlambatan penyaluran, penyimpangan dari aturan, dan kebocoran anggaran. Sementara dari sisi penggunaan, lanjut Citra, ditemukan potongan dana di luar aturan, belanja yang tak sesuai peruntukan, dan ketidakwajaran hasil belanja dibandingkan harga yang dikeluarkan. “Potongan dana di luar aturan kita temukan karena ada oknum-oknum yang meminta jatah. Bahkan jumlahnya ada yang fantastis, misalnya kita temukan sampai Rp 800 ribu,” ujarnya.

Dari sisi pelaporan, Pattiro juga menemukan sejumlah permasalahan. Citra mengungkapkan, hampir 80 persen laporan biaya pendidikan tidak sesuai dengan belanja sebenarnya, rendahnya transparansi di tingkat internal, hingga muncul kebocoran anggaran pada saat pelaporan. “Dalam pelaporan kita sampai menemukan sekolah yang memiliki lebih dari dua macam laporan untuk satu kegiatan,” ungkapnya.

Menyikapi kondisi ini, Citra menegaskan, masalah anggaran pendidikan tidak hanya pada besarannya saja tapi pada efektivitas dan akuntabilitas penggunaannya. “Pemenuhan anggaran 20 persen memang penting, tapi kita melihat seberapa efektifkah penggunaan anggaran. Karena anggaran yang besar tidak menjamin kualitas,” ujarnya.

Diinformasikan, penelitian ini dilakukan Pattiro dengan menggunakan metode multiple random sampling dengan jumlah sampel 20 sekolah di Kabupaten/Kota Serang, sejak Februari hingga Juni 2008. Metode pengambilan data menggunakan kuisioner dan wawancara mendalam.

Sementara itu, Anwar Arifin, anggota Komisi X DPR RI menyebutkan, dana pendidikan pada APBN 2007 sudah mencapai Rp 145,9 triliun atau sekitar 19,1 persen dari total APBN. “Namun perlu dicatat, Depdiknas dan Depag belum memiliki program jelas, tepat sasaran, dan tepat waktu dalam penggunaan anggaran. Makanya DPR, Bappenas, dan Departemen Keuangan belum bersemangat untuk mengalokasikan anggaran pendidikan yang lebih besar lagi,” ungkapnya. (qizink)

Masalah Biaya Pendidikan

  1. Ketidaksesuaian Alokasi dengan Kebutuhan Sekolah
  2. Kebocoran Anggaran
  3. Keterlambatan Penyaluran
  4. Penyimpangan Aturan
  5. Potongan di Luar Aturan
  6. Belanja tak Sesuai Peruntukan
  7. Ketidakwajaran Hasil Belanja
  8. Laporan Biaya tak Sesuai

Sumber: Pattiro Serang

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

Masalah Pendidikan di Indonesia*

*oleh : Rini Setyowati, Haniah Nurlali, Diah Ayu Wulandari FKIP Geografi UNS

Semakin tertinggalnya pendidikan bangsa Indonesia dengan bangsa-bangsa lain, harusnya membuat kita lebih termotivasi untuk berbenah diri. Banyaknya masalah pendidikan yang muncul ke permukaan merupakan gambaran praktek pendidikan kita. Sebagai siswa dan sekaligus sebagai calon pendidik, kami merasakan ketimpangan-ketimpangan pendidikan, seperti :

1. Kurikulum

Kurikulum kita yang dalam jangka waktu singkat selalu berubah-ubah tanpa ada hasil yang maksimal dan masih tetap saja. Gembar-gembor kurikulum baru, katanya lebih baiklah, lebih tepat sasaran. Yang jelas, menteri pendidikan berusaha eksis dalam mengujicobakan formula pendidikan baru dengan mengubah kurikulum. Perubahan kurikulum yang terus-menerus, pada prateknya kita tidak tau apa maksudnya dan yang beda hanya bukunya.

Pemerintah sendiri seakan tutup mata, bahwa dalam prakteknya Guru di Indonesia yang layak mengajar hanya 60% dan sisanya masih perlu pembenahan. Hal ini terjadi karena pemerintah menginkan hasil yang baik tapi lupa dengan elemen-elemen dasar dalam pendidikan. Contohnya guru, banyak guru honorer yang masih susah payah mencukupi kebutuhannya sendiri. Kegagalan dalam kurikulum kita juga disebabkan oleh kurangnya pelatihan skill, kurangnya sosialisasi dan pembinaan terhadap kurikulum baru. Elemen dasar ini lah yang menentukan keberhasilan pendidikan yang kita tempuh. Menurut slogan jawa, guru itu digugu dan ditiru, tapi fakta yang ada, banyak masyarakat yang memandang rendah terhadap profesi guru, padahal tanpa guru kita tidak akan bisa menjadi seperti sekarang ini.

2. Biaya

Akhir-akhir ini biaya pendidikan semakin mahal, seperti mengalami kenaikan BBM. Banyak masyarakat yang memiliki persepsi pendidikan itu mahal dan lebih parahnya banyak pula pejabat pendidikan yang ngomong, kalau pengen pendidikan yang berkualitas konsekuensinya harus membayar mahal. Pendidikan sekarang ini seperti diperjual-belikan bagi kalangan kapitalis pendidikan dan pemerintah sendiri seolah membiarkan saja dan lepas tangan.

Sekarang ini memang digalakan program wajib belajar 9 tahun dengan bantuan Bos. Tapi bagaimana dengan daerah-daerah yang terpencil nan jauh disana?? Apa mereka sudah mengenyam pendidikan?? Padahal mereka sebagai WNI berhak mendapatkan pendidikan yang layak.

Akhir-akhir ini pemerintah dalam system pendidikan yang baru akan membagi pendidikan menjadi dua jalur besar, yaitu jalur formal standar dan jalur formal mandiri. Pembagian jalur ini berdasarkan perbedaan kemampuan akademik dan finansial siswa. Jalur formal mandiri diperuntukkan bagi siswa yang mapan secara akademik maupun finansial. Sedangkan jalur formal standar diperuntukkan bagi siswa yang secara finansial bisa dikatakan kurang bahkan tidak mampu. Hal ini saya rasa sangat konyol, bukankah kebijakan ini sama saja dengan mengotak-kotakan pendidikan kita, mau dikemanakan pendidikan kita bila kita terus diam dan pasrah menerima keputusan Pemerintah?? Ironis sekali bila kebijakan ini benar-benar terjadi.

3. Tujuan pendidikan

Katanya pendidikan itu mencerdaskan, tapi kenyataannya pendidikan itu menyesatkan. Bagaiamana tidak? Lihat saja kualitas pendidikan kita hanya diukur dari ijazah yang kita dapat. Padahal sekarang ini banyak ijazah yang dijual dengan mudahnya dan banyak pula yang membelinya (baik dari masyarakat ataupun pejabat-pejabat). Bukankah ini memalukan?? Berarti kalau kita punya uang maka kita tidak usah sekolah tapi sama dengan yang sekolah karena memiliki ijasah. Harusnya pendidikan itu menciptakan siswa yang memiliki daya nalar yang tinggi, memiliki analisis tentang apa yang terjadi sehingga bila di terjunkan dalam suatu permasalahan dapat mengambil suatu keputusan.

4. Disahkannya RUU BHP menjadi Undang- Undang

DPR RI telah mensahkan Rancangan Undang-Undang (RUU) Badan Hukum Pendidikan (BHP) menjadi Undang-Undang. Selama tiga tahun itupula, UU yang berisi 14 bab dan 69 pasal banyak mengalami perubahan. Namun, disahkannya UU BHP ini banyak menuai protes dari kalangan mahasiswa yang khawatir akan terjadinya komersialisasi dan liberalisasi terhadap dunia pendidikan.

|Rabu, 17 Desember 2008, suara mahasiswa Universitas Indonesia yang memprotes pengesahan RUU Badan Hukum Pendidikan (BHP) sudah semakin tipis. Namun, teriakan tetap mereka lantangkan di lobi Gedung Nusantara II DPR, Rabu (17/12) sore.

Ketua BEM UI 2008 Edwin Nafsa Naufal mengatakan, mereka sudah mengawal pembahasan RUU ini selama 3 tahun. Bahkan, sebuah konsep tandingan sudah disiapkan. Segala aspirasi dan masukan, sudah disampaikan kepada Pansus RUU BHP.

Hal yang dikhawatirkan, undang-undang baru ini akan membuat biaya pendidikan semakin mahal dan tidak terakses oleh seluruh lapisan masyarakat. Anggapan mahasiswa ini, dikatakan Ketua Pansus RUU BHP Irwan Prayitno, salah besar. Pendanaan. 20 persen operasional dibiayai pemerintah. Untuk investasi dan bangunan seluruhnya dibiayai pemerintah.

UU BHP juga menetapkan perguruan tinggi negeri atau PTS wajib memberikan beasiswa sebesar 20 persen dari seluruh jumlah mahasiswa di lembaganya. Namun, jika ternyata Perguruan Tinggi yang terkait tidak mempunyai dana yang mencukupi, untuk memberikan beasiswa, akhirnya dana tersebut akan dibebankan kepada mahasiswa lagi. UU BHP ini akan menjadi kerangka besar penataan organisasi pendidikan dalam jangka panjang. UU BHP sendiri saat ini sedang dalam proses mencari input. Jadi, untuk memperkuat status hukum PT BHMN, ia akan diatur dalam UU BHP.

5. Kontoversi diselenggaraknnya UN

Perdebatan mengenai Ujian Nasional (UN) sebenarnya sudah terjadi saat kebijakan tersebut mulai digulirkan pada tahun ajaran 2002/2003. UN atau pada awalnya bernama Ujian Akhir Nasional (UAN) menjadi pengganti kebijakan Evaluasi Belajar Tahap Akhir Nasional (Ebtanas). Dari hasil kajian Koalisi Pendidikan (Koran Tempo, 4 Februari 2005), setidaknya ada empat penyimpangan dengan digulirkannya UN. Pertama, aspek pedagogis. Dalam ilmu kependidikan, kemampuan peserta didik mencakup tiga aspek, yakni pengetahuan (kognitif), keterampilan (psikomotorik), dan sikap (afektif). Tapi yang dinilai dalam UN hanya satu aspek kemampuan, yaitu kognitif, sedangkan kedua aspek lain tidak diujikan sebagai penentu kelulusan. Kedua, aspek yuridis. Beberapa pasal dalam UU Sistem Pendidikan Nasional Nomor 20 Tahun 2003 telah dilanggar, misalnya pasal 35 ayat 1 yang menyatakan bahwa standar nasional pendidikan terdiri atas standar isi, proses, kompetensi lulusan, tenaga kependidikan, sarana dan prasarana, pengelolaan, pembiayaan, dan penilaian pendidikan, yang harus ditingkatkan secara berencana dan berkala. UN hanya mengukur kemampuan pengetahuan dan penentuan standar pendidikan yang ditentukan secara sepihak oleh pemerintah. Pasal 58 ayat 1 menyatakan, evaluasi hasil belajar peserta didik dilakukan oleh pendidik untuk memantau proses, kemajuan, dan perbaikan hasil belajar peserta didik secara berkesinambungan. Kenyataannya, selain merampas hak guru melakukan penilaian, UN mengabaikan unsur penilaian yang berupa proses. Selain itu, pada pasal 59 ayat 1 dinyatakan, pemerintah dan pemerintah daerah melakukan evaluasi terhadap pengelola, satuan jalur, jenjang, dan jenis pendidikan. Tapi dalam UN pemerintah hanya melakukan evaluasi terhadap hasil belajar siswa yang sebenarnya merupakan tugas pendidik.

Ketiga, aspek sosial dan psikologis. Dalam mekanisme UN yang diselenggarakannya, pemerintah telah mematok standar nilai kelulusan 3,01 pada tahun 2002/2003 menjadi 4,01 pada tahun 2003/2004 dan 4,25 pada tahun 2004/2005. Ini menimbulkan kecemasan psikologis bagi peserta didik dan orang tua siswa. Siswa dipaksa menghafalkan pelajaran-pelajaran yang akan di-UN-kan di sekolah ataupun di rumah.

Keempat, aspek ekonomi. Secara ekonomis, pelaksanaan UN memboroskan biaya. Tahun 2005, dana yang dikeluarkan dari APBN mencapai Rp 260 miliar, belum ditambah dana dari APBD dan masyarakat. Pada 2005 memang disebutkan pendanaan UN berasal dari pemerintah, tapi tidak jelas sumbernya, sehingga sangat memungkinkan masyarakat kembali akan dibebani biaya. Selain itu, belum dibuat sistem yang jelas untuk menangkal penyimpangan finansial dana UN. Sistem pengelolaan selama ini masih sangat tertutup dan tidak jelas pertanggungjawabannya. Kondisi ini memungkinkan terjadinya penyimpangan (korupsi) dana UN.

6. Kesrusakan fasilitas sekolah

Nanang Fatah, pakar pendidikan Universitas Pendidikan Indonesia (UPI) mengatakan, sekitar 60 persen bangunan sekolah di Indonesia rusak berat. Di wilayah Jabar, sekolah yang rusak mencapai 50 persen.

Kerusakan bangunan sekolah tersebut berkaitan dengan usia bangunan yang sudah tua. Untuk mengantisipasi hal tersebut, sejak tahun 2000-2005 telah dilaksankan proyek perbaikan infrastruktur sekolah oleh Bank Dunia, dengan mengucurkan dana Bank Dunia pada Komite Sekolah.

Menurut saya, kerusakan bangunan pendidikan jelas akan mempengaruhi kualitas pendidikan karena secara psikologis seorang anak akan merasa tidak nyaman belajar pada kondisi ruanagan yang hamper roboh.

Bangsaku bangkitlah dengan Pendidikanmu, agar kita menjadi singa yang siap mengaung keseluruh dunia bukan seperti kambing yang selalu malu menunjukan dirinya.

Sumber:

http://www.kompas.com/read/xml/2008/12/17/16114897/mahasiswa.khawatir.uu.bhp.bikin.pendidikan.semakin.mahal.

http://www.geramtolakbhp.blogspot.com/Potret Dunia Pendidikan Indonesia

http://mybluegreen.net/serbaneka/potret-dunia-pendidikan-indonesia/

http://beritasore.com/2007/07/03/uu-bhp-tidak-mengarah-privatisasi-perguruan-tinggi/

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

Tulisan Ayat Al-Qur'an pada Bayi Umur 9 Bulan

INILAH.COM, Dagestan – Aneh tapi nyata, seorang bayi laki-laki mengejutkan dokter yang menanganinya. Tim dokter ini terheran-heran setelah tulisan ayat-ayat Al Quran menghiasi kulitnya.

Peristiwa unik ini terjadi di Dagestan, yang berdekatan dengan Chechnya, di selatan Rusia. Orang tua bayi Ali Yakubov yang baru berusia sembilan bulan tersebut sama terkejutnya dengan dokter tersebut, ketika tulisan Alloh muncul di dagunya, setelah kelahiran anak tersebut.

Sejak itu, munculnya tulisan-tulisan Arab yang bertebaran di punggung, lengan, kaki dan perutnya. Menariknya, keluarganya mengklaim, selalu ada tanda-tanda sebelum ayat-ayat baru muncul, dua kali dalam sepekan.

Seperti dilansir dari The Sun, tim medis mengatakan, pihaknya tidak bisa menjelaskan kondisi misterius Ali Yakubov, tapi mereka membantah, tanda ini ditulis oleh seseorang pada kulit bayi ini.

Ibu Ali Yakubov, Madina mengatakan, dia dan suaminya bukanlah pemeluk Islam yang taat, hingga ayat-ayat Al Quran itu muncul di kulit bayinya.

Sebelumnya, mereka menyembunyikan kondisi bayi mereka, tapi akhirnya mengungkapkan hal ini pada dokter mereka. Sekarang Ali Yakubov menjadi perhatian komunitas Muslim di provinsi Dagestan.

Salah satu pemimpin Muslim di Dagestan, Ahmedpasha Amiralaev mengatakan, “Anak ini pertanda asli dari Tuhan. Allah mengirim dia ke Dagestan untuk menghentikan perang dan ketegangan di republik kami.”

Madina menambahkan, “Biasanya tanda-tanda ini muncul dua kali dalam sepekan, hari Senin dan malam antara Kamis dan Jumat. Ali selalu merasa sakit ketika itu muncul. Dia menangis dan temperaturnya naik.”

“Tidak mungkin memeluknya ketika hal itu terjadi. Tubuhnya bergerak aktif, jadi kami menempatkan dia di peraduannya. Sangat sulit menyaksikan dia menderita,” ujar Madina.[had]

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

DONGENG PAUD : Si Dogi & Si Ciko yang Sombong, Malas & Bodoh

Ada Suatu Kerajaan bernama FAUNA, yang diperintah oleh Raja Lion. Sang raja adalah seekor singa yang arif dan bijaksana. Di kerajaan ini penduduknya adalah binatang. Di situ, hiduplah seekor anjing yang bernama dan seekor ayam yang bernama Ciko,yang mempunyai cara hidup yang berbeda. Si dogi kalau mau tidur baru pada tengah malam, dan suka bangun kesiangan, sedangkan si ciko suka cepat tidur, dan suka bangun pagi (subuh),Mengapa demikian….? O ternyata Dogi adalah seekor anjing yang sangat sombong. Dia suka mempertontonkan kumisnya yang panjang setiap kai berjalan melewati jalan-jalan di desa. Dia juga sering berteriak supaya semua penduduk melihat kepadanya sambil menarik-narik kumisnya. Selain itu, dogi kalau sudah kenyang sering tidur-tiduran . ia anjing yang malas atau tidak mau belajar, sehingga penduduk desa menjuluki Dogi “ANJING YANG MALAS”. Tidak heran kalau dogi itu bodoh.

Sedangkan si Ciko adalah seekor ayam yang mempunyai suara merdu dan mempunyai bulu yang indah. Tetapi sayang, ayam juga tidak kalah sombongnya. Dia sering kali memperdengarkan suaranya di desa tersebut tanpa melihat waktu yang tepat sampil mengepak-ngepak sayapnya saking sombongnya. Ciko juga ayam yang malas. Tidak heran kalau Ciko pun bodoh.Kesombongan kedua hewan ini sampai di telinga sang raja, sehingga raja memanggil keduanya untuk menghadap. Raja Lion pun memerintahkan untuk menghukup keduanya dengan cambuk. Akibatnya, dogi dan ciko berteriak kesakitan ketika dipukul, bahkan kumis dogi dicukur.

Selain itu, dogi dan Ciko juga dimasukan ke dalam Pendidikan Non Formal hewan yang mengajarkan keduanya agar tidak sombong, setiap mahluk hidup diberi kelebihan oleh tuhan. Oleh karena itu harus digunakan untuk menolong orang lain.
Sesudah itu mereka diajarkan tidak boleh malas. Merke harus rajin agar menjadi pintar dan berguna di masa depan. Merekapun meulai bejar dengan tekun. Karena keduanya diajarkan sedemikian rupa oleh guru yang sabar dan tekun, maka jadilah Dogi dan CIko yang tidak sombong, tidak malas, dan mereka pun menjadi pintar.
Ketika raja Lion mendengar hal itu, maka Raja mengutus keduanya untuk pergi ke Kerajaan Manusia, agar menjadi hewan yang dapat membantu manusia. Mereka pun pergi, dan di tengah jalan keduanya membagi tugas masing-masing. Dogi mengingatkan harus segera tidur. Dogi juga menjaga rumah tuannya dari orang jahat, sedangkan Ciko membangunkan anak-anak dari tidur pada subuh, agar kalau mau ke sekolah tidak terlambat, selain itu, telur ayamnya juga bias dimakan dan sangat bergizi bagi manusia.Betapa senangnya Dogi dan Ciko dapat menjadi hewan yang bermanfaat bagi manusia dan anak-anak.
SEKIAN

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

my identity

aQ wiedz
^_^
Lhir k dunia dg sLamat di atas bumi, di bawah Langit.
hhe

bLog kdua..
isinya masii binun mw ngisi apaan..
jd asl tlis aj..

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments