PENDIDIKAN ANAK DALAM ISLAM 5 Mei, 2007 oleh abu muadz oleh : Yusuf Muhammad Al-Hasan

PERANAN KELUARGA DALAM ISLAM

Keluarga mempunyai peranan penting dalam pendidikan, baik dalam lingkungan masyarakat Islam maupun non-Islam. Karerena keluarga merupakan tempat pertumbuhan anak yang pertama di mana dia mendapatkan pengaruh dari anggota-anggotanya pada masa yang amat penting dan paling kritis dalam pendidikan anak, yaitu tahun-tahun pertama dalam kehidupanya (usia pra-sekolah). Sebab pada masa tersebut apa yang ditanamkan dalam diri anak akan sangat membekas, sehingga tak mudah hilang atau berubah sudahnya.
Dari sini, keluarga mempunyai peranan besar dalam pembangunan masyarakat. Karena keluarga merupakan batu pondasi bangunan masyarakat dan tempat pembinaan pertama untuk mencetak dan mempersiapkan personil-personilnya.
Musuh-musuh Islam telah menyadari pentingya peranan keluarga ini. Maka mereka pun tak segan-segan dalam upaya menghancurkan dan merobohkannya. Mereka mengerahkan segala usaha ntuk mencapai tujuan itu. Sarana yang mereka pergunakan antara lain:

1. Merusak wanita muslimah dan mempropagandakan kepadanya agar meninggallkan tugasnya yang utama dalam menjaga keluarga dan mempersiapkan generasi.

2. Merusak generasi muda dengan upaya mendidik mereka di tempat-tempat pengasuhan yang jauh dari keluarga, agar mudah dirusak nantinya.

3. Merusak masyarakat dengan menyebarkan kerusakan dan kehancuran, sehingga keluarga, individu dan masyarakat seluruhnya dapat dihancurkan.

Sebelum ini, para ulama umat Islam telah menyadari pentingya pendidikan melalui keluarga. Syaikh Abu Hamid Al Ghazali ketika membahas tentang peran kedua orangtua dalam pendidikan mengatakan: “Ketahuilah, bahwa anak kecil merupakan amanat bagi kedua orangtuanya. Hatinya yang masih suci merupakan permata alami yang bersih dari pahatan dan bentukan, dia siap diberi pahatan apapun dan condong kepada apa saja yang disodorkan kepadanya Jika dibiasakan dan diajarkan kebaikan dia akan tumbuh dalam kebaikan dan berbahagialah kedua orang tuanya di dunia dari akherat, juga setiap pendidik dan gurunya. Tapi jika dibiasakan kejelekan dan dibiarkan sebagai mana binatang temak, niscaya akan menjadi jahat dan binasa. Dosanya pun ditanggung oleh penguru dan walinya. Maka hendaklah ia memelihara mendidik dan membina serta mengajarinya akhlak yang baik, menjaganya dari teman-teman jahat, tidak membiasakannya bersenang-senang dan tidak pula menjadikannya suka kemewahan, sehingga akan menghabiskan umurnya untuk mencari hal tersebut bila dewasa.”

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

Hari Ini, ITB Umumkan Lima Calon Rektor

BANDUNG, KOMPAS.com - Senat Akademik Institut Teknologi Bandung (ITB) memunculkan lima nama calon potensial Rektor ITB periode 2010 2014. Kelima calon disebut-sebut memiliki kualitas yang relatif berimbang.

Kelima calon potensial Rektor ITB ini masing-masing adalah Prof. Adang Surahman (Wakil Rektor Bidang Akademik ITB), Akhmaloka (Dekan Fakultas MIPA ITB), Prof. Deny Juanda Puradimaja (Kepala Bappeda Jabar), Indra Djati Sidi (mantan Dirjen Pendidikan Dasar Depdiknas RI), serta Prof. Suhono Harso Supangkat (Kepala Pusat Inkubator Industri dan Bisnis ITB dan staf ahli Menkominfo).

Kelima calon tersebut sama-sama kuat, memiliki kompetensi yang tidak jauh berbeda, dan masing-masing memiliki keunggulan. "Jadi, akan sangat sulit diprediksi siapa yang akan lolos di tiga besar nantinya," tutur Ketua Panitia Pemilihan Rektor ITB di Tingkat Senat Akademik, Prof. Hasanuddin Z. Abidin, Selasa (27/10) kepada Kompas.

Dia mengatakan, dengan kualitas yang merata, siapa pun Rektor ITB yang terpilih nantinya akan sangat layak menempati posisi itu. Kelima calon potensial ini telah menyisihkan lima kandidat lainnya dalam proses pemilihan di senat yang beranggotakan 33 orang. Mereka juga berhasil menyisihkan 24 calon nominator lainnya, jika dilihat dari tahap awal pemilihan rektor.

Sebelum ke babak lima besar, mereka harus melewati sejumlah prosedur, di antaranya tes kesehatan, leadership assesment test, presentasi visi misi di depan publik dan senat akademik, serta membuat kertas kerja.

Selanjutnya, pada Jumat (31/10) ini, dijadwalkan akan dilakukan pemilihan tiga besar oleh Senat Akademik ITB. Kelima calon potensial akan dipilih oleh 33 anggota senat ITB non-ex officio. Senat akademik ini mewakili unsur-unsur akademis di ITB.

"Pejabat rektor, wakil rektor, dan dekan-dekan tidak punya hak suara di dalam pemilihan ini," tutur Hasanuddin.

Tiap-tiap anggota senat, kata dia, nantinya akan memberikan tiga nama untuk diloloskan ke tahapan berikutnya, sebelum diserahkan ke Majelis Wali Amanah (MWA) ITB.


Editor: latief
Sumber : Kompas Cetak

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

BEM ITB Puas dengan Kelima Calon Rektor

BANDUNG, KOMPAS.com — Kelima nama calon potensial Rektor Institut Teknologi Bandung memiliki tingkat akseptansi yang tinggi di kalangan civitas akademika ITB. Salah satunya, dari Badan Eksekutif Keluarga Mahasiswa (BEM KEMA) ITB.


"Kami lumayan puas dengan komposisi kelima nama calon ini," ujar Presiden BEM KEMA ITB Ridwansyah Yusuf Achmad, Selasa (27/10).

Alasannya, kelima nama tersebut memunculkan nama-nama yang mampu menepis anggapan konservatif yang selama ini muncul di dalam pemilihan Rektor ITB bahwa calon rektor ITB harus bergelar profesor dan juga senior.

"Dari kelima nama, dua di antaranya bukan profesor, yaitu Akhmaloka dan Indra Djati Sidi. Beberapa juga masih muda-muda," ungkapnya.

Calon termuda adalah Guru Besar Teknologi Informasi ITB dan juga staf ahli Menkominfo, Suhono Harso Supangkat, yang berusia 45 tahun. Sementara itu, yang paling senior adalah Adang Surahman (54) yang kini menjabat sebagai Wakil Rektor Bidang Akademik ITB.

Adang Surahman pernah mengikuti pemilihan rektor pada 2004. Ketika itu, ia merupakan salah satu calon kuat rektor ITB sebelum akhirnya dikalahkan Djoko Santoso, Rektor ITB sekarang. Ridwansyah meyakini, pemilihan di tiga besar nantinya akan berjalan alot.

"Sebab, tidak ada dominasi dari segmentasi tertentu," tuturnya.

Mahasiswa yang diwakili BEM ITB memiliki suara di dalam pemilihan rektor ini. Namun, suara itu digunakan hanya di tingkat akhir pemilihan tiga besar di Majelis Wali Amanah nantinya.

Dia menyatakan, sebelum penentuan ke tiga besar, BEM ITB akan melakukan sejumlah agenda, di antaranya pertemuan expertise terkait serta debat kandidat calon rektor.



Editor: latief
Sumber : Kompas Cetak

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

Menyongsong Kurikulum Pendidikan 2009/2010 Kamis, 31 Agustus 2006 | 11:24 WIB

TEMPO Interaktif, Jakarta:Di tengah keprihatinan akan kualitas pendidikan kita saat ini, tim Olimpiade Fisika kita di Singapura beberapa waktu yang lalu berhasil mengukir prestasi yang sangat menakjubkan. Indonesia memperoleh empat emas dan satu perak serta salah satu di antara empat medali emas itu memperoleh nilai mutlak (the absolute winner). Pencapaian itu membukukan Indonesia sebagai juara dunia Olimpiade Fisika Internasional 2006.


Prestasi Indonesia dalam ajang olimpiade itu dapat dipandang sebagai salah satu wujud visi pendidikan berkualitas dan hal itu berlaku secara universal. Setiap negara menginginkan prestasi serupa. Namun sayang, tanpa mengurangi rasa hormat kita kepada mereka yang ikut berlomba, pencapaian prestasi itu belum bisa merefleksikan kondisi pendidikan di Tanah Air yang sebenarnya.

Prestasi yang dicapai siswa yang menang dalam olimpiade itu hanya segelintir dari jutaan siswa yang kualitasnya masih memprihatinkan. Kenyataan ini antara lain terindikasi dari standar nilai kelulusan, seperti yang diungkapkan Wakil Presiden Yusuf Kalla saat melepas guru favorit Sumatera-Jawa, yang akan melakukan studi banding ke negara ASEAN pada Juli 2006.

Lebih jauh beliau mengatakan bahwa dari tiga mata pelajaran yang diujikan, yakni bahasa Indonesia, bahasa Inggris, dan matematika, nilai kelulusan yang ditetapkan minimal 4,25, sedangkan Malaysia memakai standar nilai kelulusan 6 dan Singapura 8. Posisi Indonesia hanya sebanding dengan Filipina (Koran Tempo, 17 Juli 2006).

Maka, dalam rangka mengejar ketertinggalan kualitas pendidikan kita, pemerintah terus berupaya meningkatkan standar kelulusan 0,5 poin setiap tahun. Dengan demikian, pada 2009/2010 diharapkan kualitas pendidikan kita paling tidak menyamai Malaysia. Keseriusan pemerintah mengejar pendidikan berkualitas itu tampaknya bukan sekadar wacana. Hal ini terindikasi dengan dikeluarkannya peraturan nomor 22 dan 23 tahun 2006 oleh Menteri Pendidikan Nasional Bambang Sudibyo.

Dalam peraturan itu antara lain dituliskan, guru sekolah harus menentukan kurikulum sendiri, dengan memperhatikan ciri khas, keunggulan, dan keunikan masing-masing siswa (Koran Tempo, 17 Juli 2006). Konkretnya, untuk memacu kualitas pendidikan, pemerintah akan menerapkan pendidikan berbasis kompetensi.

Tentu, dalam rangka menyongsong kurikulum pendidikan 2009/2010, kita perlu mempersiapkannya secara cermat agar hal itu tidak menjadi sekadar wacana. Pemerintah perlu menyiapkan minimal petunjuk teknis tentang batasan secara umum pendidikan berbasis kompetensi. Terkait dengan hal itu, ada dua hal yang perlu dicermati, yaitu faktor kurikulum dan faktor siswa.


Razali Ritonga, PEJABAT BADAN PUSAT STATISTIK

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

FFI Sumbang 23 Tenda Belajar ke Padang Pariaman


Selasa, 27 Oktober 2009 | 10:34 WIB
Laporan wartawan Kompas.com M.Latief

PADANG, KOMPAS.com - Kondisi infrastruktur Sumatera Barat pascagempa belum seratus persen pulih, sehingga masih membutuhkan bantuan dengan penanganan serius, salah satunya pada kondisi bangunan-bangunan sekolah dasar dan proses belajar mengajarnya.

Bantuan tersebut tentunya juga harus diselaraskan dengan program pemerintah di wilayah-wilayah yang terkena dampak gempa, mulai dari tenda belajar, peralatan belajar siswa dan pembelajaran bagi guru, fasilitator penanganan trauma kejiwaan dan pendampingan, dan lain-lainya.

Demikian hal tersebut dikatakan oleh Human Resources and Corporate Affairs Director Frisian Flag Indonesia (FFI) Hendro H.Poedjono dalam sambutannya pada penyerahan bantuan 23 tenda belajar, 10 tenda bermain, 20 paket peralatan sekolah untuk guru dan 2.000 peralatan belajar siswa dari FFI dan Ovaltine kepada 10 Sekolah Dasar (SD) di Kabupaten Padang Pariaman, Sumatera Barat, Senin (26/10).

"Dan bantuan penanganan itu harus fokus, agar pelaksanaan dan pengawasannya mudah dan tuntas," ujar Hendro seusai penyerahan bantuan secara simbolis kepada kepala sekolah, guru, dan siswa SDN 04 Ganting, Nagari Sungai Asam, Kecamatan 2 X 11 Enam Lingkung, Desa Sicincin, Padang Pariaman, Sumatera Barat.

Selain bantuan fisik tersebut, lanjut Hendro, bantuan yang diberikan oleh FFI juga berupa pengiriman enam pakar anak dan beragam mainan edukatif lainnya. Bantuan diberikan atas kerjasama FFI dengan Komisi Nasional Perlindungan Anak. Bantuan tersebut, kata dia, diberikan dengan disertai pemberian tambahan nutrisi susu siap minum, dan diharapkan bisa ikut mempercepat proses pemulihan trauma para siswa pascagempa.

"Belajar dari pengalaman kami terutama bencana gempa Yogya, fokus kami di sini memang pendidikan, sehingga mulai dari penyediaan tenda, pengiriman fasilitator, hingga pemberian nutrisi kami jadikan akselerasi bantuan penanganan yang efektif," ujarnya.

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

ITB: "World Class University" Bukan Tujuan Utama!


Selasa, 27 Oktober 2009 | 10:45 WIB
Laporan wartawan KOMPAS Yulvianus Harjono

BANDUNG, KOMPAS.com — Label world class university atau universitas kelas dunia yang muncul dari hasil pemeringkatan lembaga survei dunia semacam Times Higher Education-QS World University Rangking hendaknya tidak dijadikan tujuan bagi perguruan tinggi di Indonesia.

"Percuma jika punya peringkat yang tinggi, tetapi tidak berkontribusi bagi masyarakat. WCU (world class university) penting, tetapi jauh lebih penting adalah bagaimana perguruan tinggi itu bermanfaat, berkontribusi bagi negara dan masyarakat," papar Hasanuddin Z Abidin, anggota Senat Akademik Institut Teknologi Bandung, Selasa (27/10) di Bandung.

Hasanuddin mengungkapkan hal tersebut saat dimintai tanggapan mengenai penurunan peringkat ITB di dunia mengacu THE-QS World University Rangking. Dalam survei terbaru, ITB berada di peringkat ke-351 atau turun 36 peringkat dari tahun sebelumnya.

Perguruan tinggi asal Indonesia, ungkapnya, mestinya berkaca dari perguruan-perguruan tinggi di Jepang. "Mereka tidak memikirkan bagaimana peringkatnya di dunia. Bagi mereka, yang lebih penting adalah bagaimana hasil penelitian bisa bermanfaat untuk masyarakat," tuturnya.

Menurutnya, konsep yang ideal mengenai WCU adalah yang berkebangsaan. "Artinya, tetap go international. Namun, kakinya tetap berpijak kuat di masyarakat," ucapnya kemudian.

Di mata mahasiswa, penurunan peringkat ITB di survei THE QS pun tidak terlalu diambil pusing. "Biarkan saja, toh kami tetap leading di bidang teknologi karena di sinilah spesifik keahlian ITB," ujar Presiden BEM Keluarga Mahasiswa ITB Ridwansyah Yusuf Achmad.

Meskipun secara umum turun, dilihat dari per kategori bidang keahlian, peringkat ITB justru melesat naik, yaitu menjadi ke-80 dari tahun sebelumnya ke-90 dunia. "Berapa banyak dampak ITB kepada masyarakat, inilah yang lebih penting," ungkapnya.



Editor: latief
Sumber : Kompas Cetak

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments

Biaya Pendidikan Bermasalah

Biaya pendidikan yang digelontorkan ke sekolah, baik yang dari pemerintah pusat maupun daerah rentan masalah. Pusat Telaah Informasi Regional (Pattiro) Serang dalam penelitiannya menemukan sejumlah permasalahan dalam tujuh biaya pendidikan yang disalurkan ke sekolah, yakni dana alokasi khusus (DAK), dana dekonsentrasi, block grant, rehab sekolah dari APBD, bantuan operasional (BOS), BOS Buku, dan BOS Pendamping.

Citra Haryati, Tim Survey Pattiro, menyebutkan masalah umum yang dialami di antaranya ketidaksesuaian alokasi dengan kebutuhan utama sekolah dan ada kebocoran dalam alokasi. “Karena banyaknya proposal pengajuan sementara anggaran terbatas, maka muncul lobi proposal dan uang terima kasih pada saat pengalokasian. Masalah ini banyak ditemukan untuk biaya pendidikan jenis investasi, misalnya untuk rehab sekolah,” terang Citra, pada seminar daerah bertajuk ‘Efektivitas dan Akuntabilitas Pembiayaan Pelayanan Pendidikan’, di Hotel Le Dian, Selasa (10/6).

Citra menambahkan, dari sisi penyaluran, permasalahan yang sering muncul adalah masalah keterlambatan penyaluran, penyimpangan dari aturan, dan kebocoran anggaran. Sementara dari sisi penggunaan, lanjut Citra, ditemukan potongan dana di luar aturan, belanja yang tak sesuai peruntukan, dan ketidakwajaran hasil belanja dibandingkan harga yang dikeluarkan. “Potongan dana di luar aturan kita temukan karena ada oknum-oknum yang meminta jatah. Bahkan jumlahnya ada yang fantastis, misalnya kita temukan sampai Rp 800 ribu,” ujarnya.

Dari sisi pelaporan, Pattiro juga menemukan sejumlah permasalahan. Citra mengungkapkan, hampir 80 persen laporan biaya pendidikan tidak sesuai dengan belanja sebenarnya, rendahnya transparansi di tingkat internal, hingga muncul kebocoran anggaran pada saat pelaporan. “Dalam pelaporan kita sampai menemukan sekolah yang memiliki lebih dari dua macam laporan untuk satu kegiatan,” ungkapnya.

Menyikapi kondisi ini, Citra menegaskan, masalah anggaran pendidikan tidak hanya pada besarannya saja tapi pada efektivitas dan akuntabilitas penggunaannya. “Pemenuhan anggaran 20 persen memang penting, tapi kita melihat seberapa efektifkah penggunaan anggaran. Karena anggaran yang besar tidak menjamin kualitas,” ujarnya.

Diinformasikan, penelitian ini dilakukan Pattiro dengan menggunakan metode multiple random sampling dengan jumlah sampel 20 sekolah di Kabupaten/Kota Serang, sejak Februari hingga Juni 2008. Metode pengambilan data menggunakan kuisioner dan wawancara mendalam.

Sementara itu, Anwar Arifin, anggota Komisi X DPR RI menyebutkan, dana pendidikan pada APBN 2007 sudah mencapai Rp 145,9 triliun atau sekitar 19,1 persen dari total APBN. “Namun perlu dicatat, Depdiknas dan Depag belum memiliki program jelas, tepat sasaran, dan tepat waktu dalam penggunaan anggaran. Makanya DPR, Bappenas, dan Departemen Keuangan belum bersemangat untuk mengalokasikan anggaran pendidikan yang lebih besar lagi,” ungkapnya. (qizink)

Masalah Biaya Pendidikan

  1. Ketidaksesuaian Alokasi dengan Kebutuhan Sekolah
  2. Kebocoran Anggaran
  3. Keterlambatan Penyaluran
  4. Penyimpangan Aturan
  5. Potongan di Luar Aturan
  6. Belanja tak Sesuai Peruntukan
  7. Ketidakwajaran Hasil Belanja
  8. Laporan Biaya tak Sesuai

Sumber: Pattiro Serang

  • Digg
  • Del.icio.us
  • StumbleUpon
  • Reddit
  • RSS
Read Comments